Jumat, 14 Januari 2011

jeritan hati sang ibu

JERITAN HATI SANG IBU
Oleh : Nur Hayati

Ya Allah, Kau takdirkan perempuan untuk berjuang mempertaruhkan nyawa, dan kau jadikan perempuan dengan kelebihan – kelebihan yang engkau berikan pada mereka, dan Kau berikan tangan perempuan adalah tangan yang lembut, penuh kasih sayang, Kau limpahkan rahmat-Mu pada perempuan pilihan-Mu, Kau berikan kepercayaan untuk mengemban amanat-Mu dan Kau berikan seribu ujian padanya, Kau berikan seribu karamah untuknya, Kau berikan satu kenikmatan untuk berbagi rasa dari perasaan sakit, susah, senang, sampai pahit pun ia telah ucapkan Syukur Alhamdulillah atas apa yang telah diterima sebagai kodrat wanita. Wanita mempunyai sejuta pesona dari pikiran, perasaan, kasih sayang, wanitapun adalah sebagai api dan air, dengan kelembutannya pula suatu saat akan dikenang sepanjang masa, karna kasih sayang ibu sepanjang masa. Namun begitu pula ujian untuk ibu begitu besar, dari kesabaran harus menerima keadaan ekonomi, jabatan, kekayaan dan kemiskinan. Bersabarlah dalam dada, jadikanlah kodrat sang ibu dengan bijak dan penuh keyakinan untuk satu cita – cita mulianya.
****
Disebuah desa yang mana kehidupannya sehari – hari bercocok tanam, ku temukan seorang wanita sebutlah “Ila”. Seorang ibu rumah tangga mempunyai dua anak gadis yang tinggal ditepi desa yang sejuk dan damai. Kedua anak gadisnya sebutlah Tiara, dia telah mencapai gadis belia, masa remaja telah bersamanya, yang kecil dia berusia belia. Sang ibu merasa sangat bahagia mendapatkan dua anak gadis yang menjadi buah hatinya, keceriaan selalu menghiasi dalam rumah Ibu Ila, sesaat canda, tawa menemani kebersamaan dalam satu ruangan. Hari demi hari dalam keluarga itu sangat sejahtera walau kehidupan Ibu Ila serba kekurangan. Pada suatu ketika keretakan satu kebahagiaan dalam rumah tangga Ibu Ila menghancurkan impian dan kebanggaan dalam satu kenyamanan dan keharmonisan, dari satu peristiwa yang sealu memanas bagai api dalam sekam, ketidak cocokan antara Ibu Ila dan pasangannya semakin memuncak. Perang mulut pun sering terjadi, bahkan Ibu Ila pun merasa selalu terpojokkan, walau selama Ibu Ila perjuangkan sia – sia, kebohongan, kepalsuan telah terjadi, walaupun tiada orang yang menginginkan perpisahan, namun apa hendak dikata, nasi telah menjadi bubur, satu keputusan dan keinginan pun telah terjawab, sesuatu yang terbaik dalam kehidupannya. Setelah sekian lama Ibu Ila menyabarkan hati untuk menerimanya. Perpisahan, perceraian jadi satu keputusan yang terbaik untuk hati Ibu Ila, walau anak gadisnya pun tidak pernah menerima akan kenyataan ini.
Hari demi hari, bulan pun telah berlalu, Ibu Ila ditekan satu persoalan yang sangat berat dari perasaan, batin dan hati, keinginannya untuk membina rumah tangga telah jatuh, ketidak cocokan dalam satu rumah tangga Ibu Ila menjadikan pisau yang mampu mengkoyak dan merobek kebahagiaan ini. Satu kekhilafan diantara mereka yang tiada pernah untuk bersatu kembali, kini keadaan semakin menyedihkan dari setiap kehidupan setiap harinya. Ibu Ila menanggung beban berat memikirkan kebutuhan keluarganya dari makan sampai sekolah untuk anak – anaknya, walau mertua / Mbah Kakung dari suaminya ramah ada disamping mereka, namun mereka selalu acuh dan tak mau tau.
Ibu Ila hanya bisa berfikir
Bagaimanakah aku bisa sendiri ……?
Membangun masa depan buah hatinya ……?
****
Ibu Ila hanya bisa memohon pada yang kuasa, kadang kala Ibu Ila pun sempat meneteskan air mata untuk mengenang masa lalu yang sangat menyayat hatinya. Ibu Ila pun hanya bisa mencari dan mencari kebahagiaan yang telah hilang enam tahun yang lalu, dia pun tak habis pikir, mengapa kesetiaan yang dia berikan satu kepercayaan yang telah kokoh kini hancur oleh satu tangan yang tidak bertanggung jawab.
Disaat – saat inilah dapat diartikan, cinta tak selamanya harus memiliki, walau begitu ikhlasnya Ibu Ila berjuang membantu perekonomian rumah tangganya, bila yang kuasa menghendaki satu perpisahan , tiada manusia yang mampu untuk menghalanginya, kesendirian Ibu Ila kini menjadi satu cerita tetangga dari mulut ke mulut dari rumah ke rumah , mereka menganggap Ibu Ila adalah wanita jalang, mencari kepuasan diluar rumah, walau pun kenyataanya sangat jauh banyak orang yang selalu melempar kata – kata menyakitkan, Ibu Ila hanya berdo’a “ Ku ingin tetap menjadi bintang yang terbaik yang selalu mencurahkan sinar untuk dunia, biarlah dunia dan kehidupan berpaling dari kebahagiaanku, namun engkau pasti merencanakan sesuatu dibalik musibah dan ujian ini, kuatkanlah batin ini untuk menjalani ujian hidup yang pahit ini, rahasia Ilahi ada dalam ujian ini”.
Ibu Ila selalu tekun untuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan, Dia mendatangi semua tempat kerja, dari kerjaan yang paling murah dan rendah, yang penting halal, dalam hati Ibu Ila selalu berdo’a dan berdo’a. “Berikanlah kemudahan untuk mencapai semua ini, tolonglah kami demi ibadah pada-mu”. Yang paling menyedihkan, satu yang jadi Ibu Ila tidak mengerti, anaknya yang kecil tidak pernah mau masuk sekolah walau sudah berbagai cara dibujuk namun gadis kecil pun dengan keras hati selalu menolak untuk tidak mau sekolah, hati Ibu Ila semakin tersayat, dia hanya menangis dalam hati, kedua anak gadisnya tidak pernah memahami keadaan dan perasaan sang ibu,
Di kala si kecil meminta sarapan pagi apa yang dimasaknya tidak sama dengan seleranya. Sikecil marah, hati sang ibupun semakin menangis dan hancur, hanyalah waktu yang akan bicara dan semoga akan kemurahannya semua akan berlalu jua.
****
Malam – malampun terus berlalu, perjalanan hidup memang suatu sandiwara, Ibu Ila pun semakin tekun dan ulet untuk menghadapi kenyataan hidup ini. Hati Ibu Ila seakan terpasung oleh ulah anak gadisnya yang tidak pernah mendengar nasehat – nasehatnya, dia menganggap ibunya pun tak ada guna, kerjaannya hanya tidur, sekolah dan apa maunya tanpa tiara sadari, ia telah melukai hati ibunya sangat dalam, tiara tak pernah mengerti apa yang ia lakukan bukan suatu jalan kebaikan, tiara selalu dan selalu mau menang sendiri, motor pun seenaknya, keluar rumah tanpa pamit, kesopanan pun telah pupus dalam hatinya, waktunya habis dengan handphone ditangannya, tiara menganggap orang di Hp nya begitu berharga dari jeritan sang ibu, rintihan hati ibu tak pernah ia pedulikan, tiara menginginkan satu kebebasan, tiara telah lima tahun yang lalu dibebaskan oleh seorang ayah, karena mereka kesal oleh ulah tiara, kebebasan untuk keluar pakai motor kesana – kemari pun telah mendarah daging, walau tamparan dari tangan ibunya pun tak mampu menghentikan kelakuannya, sang ibu pun telah pasrah, hanya bisa berdo’a akan apa dosa – dosa yang menimpanya. Kebahagiaan dan ketenangan satu impian setiap insan, dengan apakah kebahagiaan akan dapat ditemukan? Ibu Ila merenungi nasib yang telah ia jalani, pada siapakah ia bersandar diri, siapakah yang mampu membalut luka hati, kemanakah lukanya kan terhapus, dimana tempat cintanya berlabuh, untuk siapakah dia diciptakan.
Keluh hati Ibu Ila sesak nafasnya didalam dada, harapan hidup untuk yang lebih baik yang Ibu Ila harapkan, yang Ibu Ila dambakan, kini telah musnah dan pudar tanpa bekas, Ia meniti hari – hari sepi dengan hancurnya satu perasaan yang semakin membawanya dalam kesedihan, Setiap malam ia selalu meminta perlindungan pada yang kuasa atas segala yang menimpa keluarganya, kemanakah tujuan yang selalu jadi impian hati Ibu Ila, merasa bahagia bila mana melihat sikecil lagi main lompat tali sama teman – temannya, main sepeda kesana – kemari penuh riang dan tawa. Buah hati yang selalu menghiasi dan mendinginkan hati Ibu Ila, betapa berharganya permata yang tersia – siakan, “Dapatkah ku kembalikan dan keceriaan mereka bersamaku sampai kapankah penderitaan ku akan terlewati?”. Bisiknya dalam hati.
****
Ibu ………! Kau dilahirkan dari rahim seorang ibu yang paling bijaksana, Penuh kasih sayang, dari kecil sang ibu membimbingmu dengan suka duka tak pernah mengharapkan suatu imbalan dan balasan dari anak – anaknya, Sembilan bulan ia dalam rahim ibu, dan dibesarkan oleh seorang ibu, sang ibu memperjuangkan dan nyawanya demi keselamatan sang anak. Hari demi hari sang ibu penuh kasih sayang menyuapinya dan menyusuinya, mengganti popoknya tanpa ada harapan dalam hati ibu. Selain meminta anak yang dilahirkannya menjadi anak yang patuh padanya, anak yang sholeh, dan solehah. Di kala sang bayi sakit panas, sang ibu pun tiada tidur, di kala malam sang anak rewel sang ibu pun bingung ……….? Ada apakah gerangan ……..? sang bayi pun menangis tanpa ada yang tahu dan mengerti apa yang dirasakan bayi itu. Sang ibu pun menangis meminta pertolongan akan keselamatan sang bayi, malam pun semakin larut tangis pun terus tanpa henti karna kelelahan, sang bayi pun tertidur bersamanya waktu, sang ibu mencium kening bayi penuh cinta kasih harapan ibu, bayi pun tidak rewel lagi agar sang ibu bisa melakukan pekerjaannya. Hari demi hari berganti dengan tahun semakin cepat, harapan sang ibu dengan penuh do’anya, semoga bayi yang lahir akan tahu dan mengerti pada sang ibu penderitaan lahir dan batin, tetesan air mata di kala sang anak lapar ibu pun mencari penghasilan untuk mendapatkan sesuap nasi tanpa kenal panas dan hujan, badai pun dilaluinya, sang ibu selalu mengharap Robbi meridhoinya, di kala hari berganti senja kan menemani sang ibu, kegundahan hati ibu semakin merambat naik, saat anak tak kunjung datang dari bermainnya , perasaan menjadi cemas, takut apa dan kenapa yang terjadi, do’a ibu hanya keselamatan.
Anak pun tak pernah menyadari, sering mencemooh, bahkan mengumpat, memanggil tanpa ada kesopanan dalam dirinya. Pernahkah berfikir sebesar apa dosa yang anak lakukan pada sang ibu, selalu melukai, menyakiti, menghina, pernahkah sang anak sudah memperjuangkan dan memberi sesuap nasi pada sang ibu. Anak maunya menang sendiri, sok ngatur, sok pintar, sok kuasa tak pernah merasa dari mana ia mendapatkan setetes susu, kalau bukan dari sang ibu, penuh bijaksana, anak telah berubah dari belia menjadi remaja, kepala telah keras, ubun – ubunnya pun telah tertutup, nasehat ibu tidak pernah ia dengarkan. Fikiran yang egois merasa benar sendiri, dan maunya apa yang diinginkannya terpenuhi. Anak pun tak pernah sadar dan menyadari, dari mana ia dilahirkan, dan memberi kasih sayang.
Kasih sayang ibu sepanjang jaman, cinta ibu tiada pernah pupus, perjuangan ibu setulus hati, seorang ibu tak pernah mengharap timbal balik dan balasan, cukup dengan jadilah anak yang sholeh dan sholehah, patuh dan tahu akan kewajiban agar tercapai apa yang dicita – citakan, Amin ……..
Setiap apa yang diucapkan sang ibu, adalah satu do’a, jika satu diantara anak mencari ridho Ilahi, maka dapatkan dulu ridho ibumu, Niscaya Allah pun akan meridhoinya, dan sebaliknya, jika kamu menyakiti ibumu, Allah pun akan melaknatmu, dan adzabnya sangat pedih jika seorang ibu tidak memaafkannya maka neraka-lah tempatnya.


BUAH KARYA : NUR HAYATI
LAHIR : JEMBER 11 – 06 – 1976

Saran Dan Kritik Anda Kami Tunggu.
( Dilarang Mengutip / Meniru Apa Yang Aku Tulis Dan Catat )